Jumat, 15 Oktober 2010

Filsafat Ilmu dan Logika

Pendahuluan

Pengertian

Arti Logika

Keseharian; Logika/logis menyangkut cara, sikap hidup yg masuk akal/reasonable. Dlm arti teknis/ilmiah, Logika merupakan sebuah disiplin ilmiah. Disiplin ilmiah artinya kegiatan akal budi/intelektual yg dipelajari untuk memperoleh pengetahuan & pemahaman dlm bidang tertentu secara sistematik-rasional yg terikat/tunduk ada aturan-aturan/prosedur/metode tertentu.

Klasifikasi Disiplin Ilmiah

A.G.M van Melsen, membagi keseluruhan disiplin atas 2 kelompok besar:
  • Disiplin Non Empirik adalah kegiatan akal budi utk secara rasional memperoleh pengetahuan yg tidak tergantung/bersumber pada pengalaman.
Kebenaran disiplin tsb tidak memerlukan pembuktian empirikal, hanya membutuhkan pembuktian rasional/rational proof dan konsistensi rasional. Disebut juga pengetahuan a priori. Termasuk Filsafat & Matematika.
  • Disiplin Empirik adalah kegiatan intelektual yg secara rasional berusaha memperoleh pengetahuan faktual ttg kenyataan aktual yg bersumber pada empiri/pengalaman.
Kebenaran disiplin tsb menuntut pembuktian empirikal disamping pembuktian rasional & konsistensi. Disebut juga pengetahnan a posteriori. Termasuk ilmu alam & ilmu-ilmu manusia. Menurut D.F. Scheltens, membedakan pengetahuan manusia atas:
  • Ilmu-ilmu Positif dalam ilmu yg mempelajari fakta-fakta/kenyataan empiris berdasarkan observasi utk mengenali keajegan-keajegan di dlm fakta-fakta kenyataan tsb. Termasuk: Ilmu Alam dan llmu Manusia.
Ilmu-ilmu formal adalah ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk dan pola-pola hubungan antar pernyataan dan tidak menghasilkan keputusan/proposisi tentang kenyataan. Termasuk: Logika dan Matematika.

Objek Material dan Objek Formal

Objek Material adalah segala sesuatu yang dipelajari manusia secara rasional sistematis. Seperti: Semesta dan segala isinya.
Objek Formal adalah objek material dipandang dari sudut tertentu, yakni sudut/konteks suatu pernyataan inti dengan menggunakan metode tertentu. Atau Objek Formal adalah salah satu aspek/faset dari objek material yang dipelajari dari sudut pandang tertentu dengan cara/metode tertentu.

Tempat Logika sebagai Disiplin Ilmiah

Logika termasuk dalam bidang refleksi kefilsafatan. Filsafat adalah kegiatan intelektual yang secara kritis-radikal mencoba memahami hakekat sesuatu dengan segala implikasinya berdasarkan kekuatan akal budi tanpa menggantungkan diri pada otoritas manapun. Filsafat terbagi atas:
  • Metafisika/ontologi: Hakekat hal yang ada.
  • Epistemologi: Hakekat pengetahuan dan landasan pengetahuan.
  • Logika: Hakekat berpikir.
  • Estetika: Hakekat nilai keindahan.
Istilah logika dari bahasa Yunani; Kata kerja 'logike', kata benda 'logos' yang berarti perkataan sebagai manifestasi pikiran manusia. Jadi secara etimologis, logika berarti ilmu/disiplin ilmiah yang mempelajari jalan pikiran yang dinyatakan dalam bahasa.

Objek Material Logika: Arti Berpikir

Logika adalah cabang filsafat yang mempelajari kegiatan berpikir manusia. Objek material logika adalah kegiatan berpikir.
Secara teknis, berpikir adalah proses rohani/kegiatan akalbudi yang berada dalam kerangka bertanya dan berusaha untuk memperoleh jawaban.
Faktor-faktor yang memungkinkan manusia bisa berpikir:
  • Jika pernyataan/pendiriannya dibantah orang lain
  • Jika terjadi perubahan mendadak dalam lingkungannya
  • Jika ia ditanya
Berpikir merupakan upaya untuk meemcahkan masalah. Sering juga disebut berpikir refleksif. Berpikir refleksif berarti terarah/teratur, yakni berpikir untuk menjawab pertanyaan yang terus menerus menjadi pusat perhatian. Menurut tujuannya, kegiatan berpikir dibagi atas:
  • Berpikir teoretikal yaitu kegiatan berpikir yang ditujukan untuk mengubah pengetahuan.
  • Berpikir praktikal yaitu berpikir untuk mengubah keadaan/situasi.

Objek Formal Logika

Bentuk-bentuk, pola-pola kegiatan berpikir manusia dan struktur kombinasi pernyataan-pernyataan secara formal. Dari bentuk/pola dan kombinasi pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan adanya aturan-aturan tertentu. Jadi kegiatan berpikir yang lurus/tepat adalah kegiatan berpikir y ang sesuai dengan aturan-aturan tersebut. Aturan itulah yang dipelajari dalam logika. Jadi, logika adalah bagian dari filsafat yang mempelajari metode-metode, asas-asas dan aturan-aturan yang harus dipenuhi untuk dapat berpikir secara tepat, lurus, benar dan jernih.
Maka tujuan dari logika adalah:
  • Membedakan cara berpikir yang tepat dari yang tidak tepat.
  • Memberikan metode dan teknik untuk menguji ketepatan cara berpikir
  • Merumuskan secara eksplisit asas-asas berpikir yang sehat dan jernih.

Penalaran

Kegiatan berpikir merupakan proses dalam akal budi yang berupa gerakan dari satu pikiran ke pikiran yang lain. Pikiran merupakan suatu unsur dalam proses rohani yang membutuhkan kalimat yang lengkap untuk dapat menyatakannya secara penuh dan bermakna.
Dari sudut bentuk, kalimat adalah rangkaian kata-kata yang tersusun dengan cara-cara tertentu.
Dari sudut isinya, kalimat adalah suatu gagasan/rangkaian gagasan. Jadi, dipandang dari sudut bentuknya, proses berpikir itu adalah rangkaian pernyataan yang tersusun dengan cara tertentu.
Kegiatan menghubungkan pikiran-pikiran itu untuk memunculkan sebuah kesimpulan.
Jadi proses dalam akal budi yang berupa kegiatan menghubungkan suatu pikiran dengan pikiran yang lain untuk menarik sebuah kesimpulan disebut penalaran.

Contoh:
  • Semua manusia akan mati.
  • Socrates adalah manusia.
  • Jadi Socrates akan mati.

  • Gajah adalah binatang.
  • Binatang adalah makhluk hidup.
  • Jadi, gajah adalah makhluk hidup.

  • Tuhan adalah cinta.
  • Cinta adalah buta.
  • Jadi, Tuhan adalah buta. (grammatically correct, but it is a logical fallacy)

  • Beberapa Honda adalah mobil.
  • Beberapa mobil adalah Suzuki.
  • Jadi, beberapa Suzuki adalah Honda. (logical fallacy)

  • Beberapa tanaman adalah bunga
  • Beberapa bunga adalah objek berwarna merah
  • Jadi, beberapa tanaman adalah objek berwarna merah.

  • Semua kerbau adalah binatang berkaki empat.
  • Semua harimau adalah binatang berkaki empat.
  • Jadi semua kerbau adalah harimau.

Hukum berpikir/azas berpikir

Guna mengembangkan aturan-aturan, metode-metode dan teknik-teknik tentang cara berpikir, logika mengacu pada azas-azas berikut:

Azas identitas

Bunyinya:
  • Setiap hal adalah apa dia itu adanya.
  • Setiap hal adalah sama dengan dirinya sendiri.
  • Setiap subjek adalah predikatnya sendiri.
Rumus: A adalah A; A=A.

Azas Kontradiksi

Bunyinya: Keputusan-keputusan yang saling berkontradiksi tidak dapat dua-duanya benar dan sebaliknya, tidak dapat dua-duanya salah. Rumus: A adalah tidak sama dengan bukan A (non-A). A adalah bukan non-A.

Azas pengecualian kemungkinan ketiga

Bunyinya:
  • Setiap hal adalah A atau bukan A.
  • Keputusan-keputusan yang saling berkontradiksi tidak dapat dua-duanya salah.
  • Juga keputusan-keputusan itu tidak dapat menerima kebenaran dari sebuah keputusan ketiga/diantara keduanya.
  • Salah satu dari dua keputusan tersebut harus benar.
  • Kebenaran yang satu bersumber dari kebenaran yang lain.

Azas alasan yang cukup

Bunyinya:
  • Setiap kejadian harus mempunyai alasan yang cukup.

Azas bahwa kesimpulan tidak boleh melampaui daya dukung dari premis-premisnya/pembuktiannya

Premis dan kesimpulan

Premis adalah pernyataan/rangkaian pernyataan yang dipertautkan satu dengan lainnya sehingga memunculkan sebuah pernyataan tertentu. Premis berfungsi sebagai:
  • Pernyataan dasar/awal untuk menarik sebuah pernyataan baru/kesimpulan.
  • Pernyataan yang digunakan untuk mendukung, membenarkan/membuktikan kebenaran kesimpulan.
Kesimpulan/konklusi adalah sebuah pernyataan tertentu yang dimunculkan berdasarkan pernyataan/rangkaian pernyataan.
Ddk: Premis dan kesimpulan merupakan pengertian korelatif; artinya pengertian-pengertian yang selalu berkaitan satu dengan yang lainnya, dan masing-masing tidak dapat berdiri sendiri.

Argumen atau argumentasi

Argumen adalah kesatuan kumpulan pernyataan yang dinamakan premis/premis-premis dan kesimpulan yang dihasilkan oleh kegiatan menalar. Atau argumen adalah sekelompok pernyataan yang didalamnya terdapat satu pernyataan sebagai kesimpulan yang diperoleh dari pernyataan-pernyataan lainnya atau premis-premis.
Terkadang dalam satu argumen terdapat hanya ada satu premis saja: Contoh: Inem menikah dengan jalal sebagai premis sudah dapat disimpulkan: Jalal menikah dengan Inem.
Namun, secara umum argumen-argumen memerlukan lebih dari satu premis untuk memunculkan satu kesimpulan yang sah. Contoh: Jalal mencintai Inem belum dapat disimpulkan Inem mencintai jalal. Masih diperlukan bukti/fakta lain untuk mendukung munculnya pernyataan Inem mencintai Jalal.
Dapat terjadi, dari hanya satu premis ditarik lebih dari satu kesimpulan. Contoh:
  • Papan tulis itu hijau, dapat disimpulkan bahwa:
  • Papan tulis itu tidak hitam, atau:
  • Papan tulis itu tidak putih.
Catatan: Dalam Teori Argumentasi, perkataan argumen dipakai dalam arti premis/alasan.

Wacana argumentatif

Pembicaraan argumentatif/wacana argumentatif adalah pembicaraan dengan mengajukan pendapat/pandangan yang dilengkapi dengan alasan-alasan/pertimbangan sebagai bukti/ketepatan dan aliran pikiran tertentu untuk meyakinkan kebenaran pendapat yang diungkapkan dalam pernyataan-pernyataan.
Contoh: Bandingkan Susan Stebbing dalam bukunya A Modern Elementary Logic, halaman 2-3 tentang Toleransi. Percakapan antara Samuel Johnson dan Mayo yang dikutip dari Biografi Dr. Samuel Johnson karya Boswell:
I in­tro­duced the sub­ject of tol­er­ation. JOHN­SON: 'Ev­ery so­ci­ety has the right to pre­serve pub­lic peace and or­der,
and there­fore has a good right to pro­hib­it the prop­aga­tion of opin­ions which have a dan­ger­ous ten­den­cy. To say the mag­is­trate has this right, is us­ing an in­ad­equate word; it is the so­ci­ety for which the mag­is­trate is agent. He may be moral­ly or the­olog­ical­ly wrong in re­strain­ing the propa­ga tion of opin­ions which he thinks dan­ger­ous, but he is po­lit­ical­ly right.' MAYO : C I am of opin­ion, Sir, that ev­ery man is en­ti­tled to lib­er­ty of con­science in re­li­gion; and that the mag­is­trate can­not re­strain that right.' JOHN­SON: 'Sir, I agree with you. Ev­ery man has a right to lib­er­ty of con sci­ence, and with that the mag­is­trate can­not in­ter­fere. Peo­ple con­found lib­er­ty of think­ing with lib­er­ty of talk­ing; nay, with lib­er­ty of preach­ing. Ev­ery man has a phys­ical right to think as he pleas­es; for it can­not be dis­cov­ered how he thinks. He has not a moral right, for he ought to in­form him­self and think just­ly. But, Sir, no mem­ber of a so­ci­ety has a right to teach any doc­trine con­trary to what the so­ci­ety holds to be true. The mag­is­trate, I say, may be wrong in what he thinks: but while he thinks him­self right, he may and ought to en­force what he thinks.' MAYO: 'Then, Sir, we are to re­main al­ways in er­ror, and truth nev­er can pre­vail; and the mag­is­trate was right in per­se­cut ing the first Chris­tians.' JOHN­SON: 'Sir, the on­ly method by which truth can be es­tab­lished is by mar­tyr­dom. The mag­is­trate has a right to en­force what he thinks; and he who is con­scious of the truth has a right to suf­fer. I am afraid there is no oth­er way of as­cer­tain­ing the truth, but by per­se­cu­tion on the one hand and en­dur­ing it on the oth­er.

Jenis Argumen

Menurut sifat hubungan antara premis dan kesimpulan argumen dibedakan atas:

Argumen deduktif

Dalam premis-premisnya sudah memuat kesimpulan. Premis-premis sudah mengimplikasikan kesimpulan. Kesimulan sudah tersirat (implisit) dalam premis-premis. Hubungan antara premis dan kesimpulan: Hubungan implikatif. Sifat pembuktian pada argumen deduktif adalah konklusif/meyakinkan/berkepastian.
Jadi premis-premisnya diterima sebagai benar, prosedur memunculkan kesimpulan sah, maka kesimpulan pasti benar.

Argumen induktif

Premis-premis tidak mengimplikasikan kesimpulan. Kesimpulannya belum/tidak tersirat dalam premis-premisnya. Namun premis-premis tersebut sudah cukup kuat memberikan landasan untuk menerima kesimpulan yang ditarik. Hubungan antara premis dan kesimpulan adalah hubungan probabilitas/kemungkinan. Sifat/kekuatan pembuktiannya adalah inkonklusif/kurang berkepastian. Contoh: Penarikan kesimpulan berdasarkan statistik.

Validitas dan Kebenaran

Etimologis: Validitas dari bahasa latin; Validus artinya kuat. Dalam logika, valid berarti sah, absah, kuat, sahih. Perkataan Validitas/keabsahan/kesahihan, untuk logika dipakai dalam arti penentuan valid/tidaknya sebuah argumen.
Suatu argumen dikatakan valid bila: Kesimpulannya berakar dalam premis-premisnya/premis-premis meniscayakan kesimpulan yang bersangkutan. Proses penalaran dalam argumen berlangsung sesuai dengan azas-azas dan aturan-aturan untuk menalar. Jadi, validitas suatu argumen tergantung pada bentuk argumen dan tidak ditentukan oleh isi argumen yang bersangkutan. Isi argumen dinilai berdasarkan kebenaran, sedangkan yang dapat dinilai benar atau salah adalah pernyataannya.
Benar berarti adanya kesesuaian antara pernyataan dengan fakta. Jadi, benar adalah masalah fakta. Suatu pernyataan adalah benar bila isinya sesuai dengan fakta.
Ada 4 teori kebenaran:
  • Teori Korespondensi: Sebuah pernyataan adalah benar jika isinya sesuai dengan/mencerimnkan kenyataan sebagaimana adanya.
  • Teori Koherensi: Kebenaran adalah kesesuaian antara sebuah pernyataan dnegan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah diterima sebagai benar.
  • Teori Pragmatik: Kebenaran adalah efektifitas.
  • Teori Intersubjektifitas: Kebenaran adalah kesesuaian/konsensus yang dapat dicapai/diterima oleh orang/para ahli.
Contoh:
  • Tuhan adalah cinta.
  • Cinta adalah buta.
  • Jadi, Tuhan adalah buta.
Ini adalah contoh argumen yang tidak valid dan kesimpulannya salah.
  • Semua orang adalah peramah.
  • Beberapa petenis adalah bukan orang sopan.
  • Jadi, beberapa petenis adalah bukan peramah.
Semua pernyataannya (Premis-premis & kesimpulan) benar, tapi argumen tidak valid.
  • Semua mantan Presiden adalah orang yang bertanggung jawab.
  • Sukarno adalah orang bertanggung jawab.
  • Jadi, Sukarno adalah mantan Presiden.
Argumennya tidak valid dengan semua pernyataan yang benar.
  • Revolusi Prancis terjadi sesudah Revolusi Russia.
  • Revolusi Indonesia terjadi sesudah Revolusi Prancis.
  • Jadi, Revolusi Indonesia terjadi sesudah Revolusi Russia.
Argumennya valid dengan kesimpulan yang benar tetapi dengan satu premis yang salah. (Revolusi Prancis terjadi sebelum Revolusi Russia)
Catatan: Dalam kegiatan berpikir dapat terjadi diajukan argumen-argumen:
  • Dengan kesimpulan yang benar, ditarik dari premis-premis yang salah melalui argumen yang valid.
  • Dengan premis-premis yang benar dengan kesimpulan yang salah melalui argumen yang tidak valid.
  • Dengan premis-premis yang benar dengan kesimpulan yang salah melalui argumen yang tidak valid.
Ingat: Validitas suatu argumen tidak ditentukan oleh kebenaran dari pernyataan-pernyataan yang mewujudkan argumen tersebut. Namun, perlu diingat, setiap pernyataan mempunyai implikasi-implikasi/konsekuensi-konsekuensi.

Penalaran

Kegiatan akal budi yg melihat, memahami sebuah / sejumlah proposisi kemudian berdasarkan pemahaman ttg proposisi / sejumlah proposisi serta hubungan antar-proposisi tsb, akal budi memunculkan sebuah proposisi baru: ARGUMEN
ARGUMEN terdiri atas:
  1. Premis-premis / proposisi antecedens: proposisi yg dijadikan landasan utk memunculkan Kesimpulan
  2. Kesimpulan / proposisi konsekuens: proposisi baru yg dimunculkan berdasarkan proposisi yg sudah diketahui

Inference

Menurut prosesnya, kegiatan penalaran tersusun atas dua tahap: Pemahaman sebuah proposisi / sejumlah proposisi & hubungan antara proposisi2 tsb Tindakan akal budi memunculkan sebuah proposisi baru / kesimpulan: INFERENSI
INFERENSI adl tindakan akal budi memunculkan proposisi baru / kesimpulan berdasarkan proposisi2 antecedens
Tindakan Inferensi Berdasarkan Jumlah Premis
  1. INFERENSI LANGSUNG: Inferensi yg kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis (proposisi yg digunakan utk penarikan kesimpulan). Konklusi yg ditarik tidak boleh lebih luas dari premisnya.
  2. INFERENSI TAK LANGSUNG: Inferensi yg kesimpulannya ditarik dari dua / lebih premis. Proses akal budi membentuk sebuah proposisi baru atas dasar penggabungan proposisi2 lama.

INFERENSI LANGSUNG: KONVERSI & OBVERSI

KONVERSI Konversi adl proses inferensi langsung yg berasal dari sebuah proposisi, di mana SUBJEK & PREDIKAT SEBUAH PROPOSISI DITUKAR / DIBALIK TEMPATNYA sehingga YG SEMULA SUBJEK MENJADI PREDIKAT & PREDIKAT MENJADI SUBJEK (tanpa mengubah kualitas & kebenaran yg terkandung di dlmnya). Proposisi yg diperoleh dari HASIL PENUKARAN TEMPAT disebut KONVERSE Sedangkan PROPOSISI ASAL yg mengalami pertukaran disebut KONVERTEND Hasil konversi bila dikonversi kembali menjadi proposisi semula. JADI, Konvertend & Konverse ekuivalen ( = )

CATATAN

HANYA PROPOSISI E & I SAJA YG BISA DIKONVERSI SECARA PENUH
  • (E) Tak ada kucing adalah anjing (konvertend) [= semua kucing adalah bukan anjing]
  • (E) Tak ada anjing adalah kucing (konverse)
  • (I) Beberapa pejabat adl orang-orang yg jujur
  • (I) Beberapa orang yang jujur adalah pejabat
KONVERSI PENUH TIDAK DPT DILAKUKAN TERHADAP PERNYATAAN (A)
  • Semua petani adalah orang-orang rajin (A)
  • Semua orang rajin adalah petani (A)
PENJELASAN: Pernyataan kedua tidak sama dgn pernyataan pertama, karena di luar petani terdapat juga orang-orang rajin, misalnya para nelayan. Sebagaimana dibahas dlm bab sebelumnya, kebenaran proposisi A akan menjamin kebenaran proposisi I, hal yg sama berlaku di sini: di satu sisi, semua petani adalah orang-orang rajin (A) menjamin kebenaran beberapa petani adl orang-orang rajin (I). Di lain sisi, pernyataan (A) Semua petani adalah orang-orang rajin bisa juga menjamin pernyataan (I) sbg hasil konverse dari pernyataan (A) di atas: BEBERAPA ORANG YANG RAJIN ADALAH PETANI
Perubahan dari pernyataan (A) ke pernyataan (I) disebut Konverse dengan pembatasan. Jadi, proposisi A dpt dikonversi dgn pembatasan sederhana, di mana ciri kuantitatif universal nya diubah menjadi kuantitatif partikular. Namun, setelah dikonversi hasilnya (konversenya) tidak dpt dikonversi kembali, sebab konversi dari proposisi I adl proposisi I.
PROPOSISI O TIDAK BISA DIKONVERSI
  • Beberapa jalan adl bukan sarana yg diperlukan
  • Beberapa sarana yg diperlukan adl bukan jalan
  • Kedua proposisi di atas tidak mengandung amanat yg sama
Konvertend Konverse
A) Semua S adl P = Beberapa P adl S (I)
E) Semua S adl bukan P = Semua P adl bukan S (E)
I) Beberapa S adl P = Beberapa P adl S ( I )
O) Beberapa S adlbukan P = Nihil
KETERANGAN: Jika proposisi A dikonversikan, hasilnya proposisi I Jika proposisi E dikonversikan, hasilnya tetap proposisi E Jika proposisi I dikonversikan, hasilnya tetap proposisi I Proposisi O tidak dapat dikonversikan

Obversi

Obversi adl proses inferensi langsung yg berupa menarik dari sebuah proposisi (proposisi asal, premis) sebuah proposisi baru (kesimpulan) yg punya predikatnya kontradiksi dari term predikat asal, yg disertai dgn mengubah kualitas proposisi asalnya. Atau sebuah proses perubahan dgn menyangkal lawan dari suatu proposisi afirmatif.
Kontradiksi ~ komplemen: semua perangkat di luar perangkat yang diketahui.
Mis. komplemen dari term putih adl semua warna lain: merah, hitam, hijau, biru, kelabu. Bisa dikatakan, komplemen dari term putih adalah non-putih, komplemen dari S adl non-S, dsb.
Untuk memperoleh sebuah obverse yg senilai dgn obvertendnya maka harus ditempuh dua prosedur:
  1. Mengubah kualitas dari pernyataan obvertend. Kalau kualitasnya afirmatif maka harus harus dijadikan negatif, sebaliknya, jika kualitasnya negatif maka harus dijadikan afirmatif
  2. Menggantikan term predikat dengan komplemennya. Jika term predikat dari obvertend adalah P maka P harus diganti dengan non-P. Kalau term predikatnya adl non-P maka harus diganti dgn P
PERNYATAAN ASLI YG DISANGKAL DISEBUT OBVERTEND, sedangkan PROPOSISI YG DIHASILKAN DENGAN OBSERSI DISEBUT OBVERSE
SEMUA PROPOSISI TRADISIONAL DPT DIOBVERSI
PROPOSISI A
OBVERTEND
  • Semua mahasiswa adalah orang2 intelek
OBVERSE:
  • Semua mahasiswa adl bukan orang2 intelek
  • Semua mahasiswa adl bukan non-orang2 yg intelek
PROPOSISI E
OBVERTEND
  • Tak ada orang gila adl orang waras [= semua orang gila adalah bukan orang waras]
OBVERSE:
  • [Semua orang gila adalah orang waras]
  • Semua orang gila adalah non-orang waras
PROPOSISI I
OBVERTEND
  • Beberapa makanan adl makanan berlemak
OBVERSE
  • [Beberapa makanan adl bukan makanan berlemak]
  • Beberapa makanan adl bukan non-makanan berlemak

PROPOSISI O OBVERTEND
  • Beberapa pengajar adalah bukan diktator
OBVERSE
  • Beberapa pengajar adalah diktator
  • Beberapa pengajar adalah non-diktator
Obvertend Obverse
(A) Semua S adl P Semua S adl bukan non-P (E)
(E) Semua S adl bukan P Semua S adl non-P (A)
LAKUKAN KONVERSI DARI PUTUSAN-PUTUSAN INI. LALU HASIL KONVERSINYA DIOBVERSIKAN!
  1. Semua orang Indonesia berkulit “sawo matang”
  2. Pandai besi itu pandai memukul besi
  3. Baju-baju itu buatan luar negeri
  4. Tidak ada barang impor yang murah harganya
  5. Semua mahasiswa bukan anak SMA
  6. Tak seorang pun suka diremehkan martabatnya
  7. Tidak semua orang yang menikah itu bahagia
  8. Sebagian mahasiswa tidak pernah membolos
  9. Ada orang yang tidak dapat dipercaya
  10. Ada dosen yang melaksanakan tugasnya dengan baik
  11. Polisi berhasil menangkap pencuri itu
  12. Barang-barang impor dianggap menaikkan gengsi

Silogisme

Inferensi tidak langsung yg kesimpulannya ditarik dari hanya dua premis saja. Tersusun atas 3 buah proposisi: dua sbg premis & satu sbg kesimpulan
  • Semua manusia adalah makluk rasional
  • Semua filsuf adalah manusia
  • Jadi, Semua filsuf adl makhluk rasional

PERHATIAN: Sebuah proposisi terdiri atas dua term: SUBJEK & PREDIKAT
Karena sebuah silogisme tersusun atas tiga proposisi maka dlm sebuah silogisme terdpt 6 term. Dari contoh di atas terlihat tiga term: manusia, makhluk rasional, filsuf; yg masing2nya muncul dua kali sehingga menjadi 6 term. Dari 3 term tsb: term “manusia” (muncul satu kali), term “filsuf”, “makhluk rasional” (muncul dua kali: satu kali dipremis & satu kali di kesimpulan)
Sebuah silogisme formal terdiri atas enam (6) unsur:
  • Term Tengah (M) ~ Term yg hanya muncul dlm premis2: satu kali dlm premis mayor & satu kali dlm premis minor.
  • Term Mayor (P) ~ Term yg dlm kesimpulan berkedudukan sbg predikat.
  • Term Minor (S) ~ Term yg dlm kesimpulan berkedudukan sebagai subjek.
  • Premis Mayor ~ premis yg memuat term mayor
  • Premis Minor ~ premis yg memuat term minor
Kesimpulan ~ proposisi yg dimunculkan dari premis2 & yg memuat term minor & term mayor
Urutan sebuah silogisme: Premis mayor, Premis Minor

ATURAN DASAR SILOGISME

ATURAN DASAR I
SILOGISME TERDIRI ATAS HANYA 3 PROPOSISI: DUA SBG PREMIS & SATU SBG KESIMPULAN
Kadang2 argumen silogistik dikemukakan secara tidak lengkap: salah satu premis atau kesimpulannya dikemukakan secara secara implisit ~ ENTHYMEME
PREMIS MAYOR TIDAK DISEBUTKAN
  • Ia adalah seorang kepala negara
  • Jadi, ia memiliki kekuasaan
  • (Premis mayor: Siapa saja yang menjadi kepala negara memiliki kekuasaan)
PREMIS MINOR DIKEMUKAKAN SECARA IMPLISIT
  • Semua filsuf adalah pemikir refleksif
  • Karena itu, Sokrates adalah pemikir refleksif
  • (Premis minor: Sokrates adalah flsuf)
KONKLUSI DIKEMUKAKAN SECARA IMPLISIT
  • Semua tindakan kejahatan akan dikenai sanksi hukum
  • Korupsi adalah tindak kejahatan
  • (Jadi, tindak korupsi akan dikenai sanksi hukum)

ATURAN DASAR II
“SETIAP PROPOSISI DIRUMUSKAN DLM SALAH SATU BENTUK DARI PROPOSISI klasik: A, E, I, O”
Acapkali terjadi, ada silogisme yg memuat proposisi singular, yi proposisi yg kelas yg berkedudukan sbg term subjeknya hanya punya satu anggota
Soekarno adl Presiden pertama RI = proposisi universal (A) atau E (tergantung pd kualitasnya); Jampang adl jagoan Betawi (A), Pitung adl bukan astronot (E)

ATURAN III
“SETIAP SILOGISME MEMUAT HANYA TIGA TERM”
  • Semua astronot adalah penerbang
  • Amir adalah astronot
  • Jadi, Amir adalah penerbang
Kadang2 terjadi pelanggaran aturan dasar 3 ini, bila dipakai istilah / ungkapan bermakna ganda (EKUIVOKASI) & perkataan tsb dlm silogisme ybs digunakan dlm dua arti. Akibatnya, silogisme tsb terdiri atas lebih dari tiga term (melanggar aturan 3).
  • Tuhan adalah cinta
  • Cinta adalah buta
  • Jadi, Tuhan adalah buta
PENJELASAN: Perkataan (1) Cinta adl proposisi, (2) Tuhan adl cinta berarti kasih sayang / penyerahan diri secara penuh bagi subjek yg lain. Cinta dlm proposisi (3) Cinta adalah buta berarti hasrat yg kuat utk memiliki sesuatu / subJek bagi dirinya sendiri. Jadi, dlm silogisme tsb sesungguhnya terdpt 4 term. The Fallacy of Four Terms/ Quaternio Terminorum / Kerancuan 4 term ~ tidak valid

AKSIOMA SILOGISME

Sebuah argumen disebut Silogisme bila memenuhi ke-3 aturan dasar silogisme di atas. Sebuah argumen disebut valid bila memenuhi 5 AKSIOMA SILOGISME berikut:
  1. Sekurang2nya satu term tengah harus didistribusikan
  2. Term yg di dlm kesimpulan didistribusikan, harus didistribusikan juga di dlm premisnya
  3. Sekurang2nya satu premis harus afirmatif
  4. Bila salah satu premisnya negatif maka kesimpulannya juga harus negatif
  5. Bila kedua premisnya afirmatif maka kesimpulan juga harus afirmatif
INGAT: Aksioma 1 & 2 adalah aksioma ttg distribusi term Aksioma 3, 4 dan 5 adalah aksioma ttg kualitas.

DALIL SILOGISME

Berdasarkan aksioma dpt dijabarkan tiga dalil silogisme: Sekurang2nya satu premis harus universal Jika salah satu premisnya partikular maka kesimpulannya juga partikular Jika premis mayornya partikular maka premis minornya harus afirmatif
Dalil silogisme & Aksioma berbeda:
  1. Dalil Silogisme dibuktikan berdasarkan aksioma silogisme, tapi aksioma silogisme tidak perlu dibuktikan (jabaran dari defenisi silogisme)
  2. Silogisme merup kombinasi dari beberapa proposisi. Kombinasi proposisi2 tsb menunjukkan bentuk (figure) & corak (moods / modus).
  3. Bentuk & corak kombinasi proposisi2 tsb akan menentukan validitas silogisme
Jadi, tidak semua corak pada bentuk kombinasi proposisi2 dpt menghasilkan silogisme valid.

BENTUK SILOGISME

Wujud silogisme berdasarkan kedudukan / posisi term tengah di dlm proposisi2 yg mewujudkan silogisme tsb. Berdasarkan term tengah di dlm premis2, dibedakan 4 bentuk silogisme.
  • S: subject of the conclusion.
  • P: predicate of the conclusion.
  • M: the middle term.

File:Bentuk 
Syllogism.png
BENTUK I : term tengah menjadi subjek dlm premis mayor & predikat dlm premis minor.
  • M – P (Semua manusia adalah berakal budi)
  • S – M (Semua mahasiswa adalah manusia)
  • S – P (Semua mahasiswa adalah berakal budi)

BENTUK II : term tengah menjadi predikat dlm premis mayor & premis minor
  • P – M (semua sarjana adalah lulusan PT)
  • S – M (Jessica adalah bukan lulusan PT)
  • S – P (Jessica adalah bukan sarjana)

BENTUK III: term tengah menjadi subjek dari premis mayor & premis minor
  • M – P (Semua guru adalah pendidik)
  • M – S (Semua guru adalah manusia)
  • S – P (Sebagian manusia adalah pendidik)

BENTUK IV (BENTUK GALENIA / GALEN) : term tengah menjadi predikat dari premis mayor & subjek dari premis minor
  • P – M (Semua filsuf adalah pemikir)
  • M – S (Semua pemikir adalah cendekiawan)
  • S – P ( Sebagian cendekiawan adalah filsuf)

CORAK SILOGISME

Wujud silogisme berdasarkan kuantitas & kualitas dari proposisi2 yg membentuk silogisme
Perbedaan silogisme berdasarkan perbedaan susunan jenis proposisi2 (tradisional) yg membentuk silogisme tsb.
Ada 16 kemungkinan kombinasi proposisi yg mewujudkan silogisme:
File:Corak_Silogisme.png
HURUF PERTAMA dari proposisi2 di atas berkedudukan sbg PREMIS MAYOR. HURUF KEDUA berkedudukan sbg PREMIS MINOR. Tidak semua kombinasi proposisi di atas menghasilkan silogisme yg valid.
  1. Berdasarkan Aksioma ttg kualitas (Aksioma 3): Kombinasi2 EE, OE, EO, OO pasti tidak dapat menghasilkan silogisme yg valid
  2. Berdasarkan Dalil I: Kombinasi2 II, OI, IO tidak dapat menghasilkan silogisme yg valid
  3. Berdasarkan Dalil III: kombinasi2 OE tidak dapat menghasilkan silogisme yang valid
Dengan demikian, kombinasi proposisi2 tradisional yg menghasilkan sillogisme yg valid: A A, A E, A O, A I, E A, E I, I A, O A
AKAN TETAPI:
  1. Tidak semua corak yg delapan di atas menghasilkan silogisme yg valid pd semua Bentuk Silogisme.
  2. Setiap Bentuk Silogisme berlaku aturan2 khusus yg menentukan kombinasi/corak2 yg menghasilkan silogisme yg valid bagi masing2 Bentuk Silogisme.
  3. Para ahli Logika memberi nama khusus pada corak2 silogisme yg valid.
BENTUK SILOGISME YANG SAHIH
Premis minor harus afirmatif & premis mayor harus universal
ModusNama
AAAbArbArA
EAEcElArEnt
AIIdArII
EIOfErIO
Salah satu premis harus negatif & premis mayor harus universal
ModusNama
AEEcAmEstrEs
EAEcEsArE
AOObArOcO
EIOfEstInO
Premis minor harus afirmatif & kesimpulan harus partikular
ModusNama
AAIdArAptI
EAOfElAptOn
AIIdAtIsI
frEsIsOn
IAIdIsAmIs
OAObOcArdO
#Premis mayor harus universal jika salah satu premisnya negatif
  1. Premis minor tidak dapat partikular jika premis mayornya afirmatif
  2. Kesimpulan tidak dapat universal jika premis minor afirmatif
ModusNama
AAIbrAmAntIp
EIOfrEsIsOn
AEEcAmEnEs
dImArIs
EAOfEsApO

VALIDITAS SILOGISME

Silogisme dikatakan valid bila memenuhi ketiga aturan dasar & kelima aksioma, SEBALIKNYA Dikatakan tidak valid jika tidak memenuhi aturan dasar dan aksioma.
BAGAIMANA MEMERIKSA VALIDITAS SILOGISME?
  1. Periksa silogisme: memenuhi aturan dasar atau tidak.
  2. Bila memenuhi aturan dasar, periksa silogisme: sesuai dgn aksioma atau tidak.
  3. Bila tidak memenuhi salah satu aksioma, silogisme tidak valid.
ATURAN2 SILOGISME YG DIPAKAI DLM PENGUJIAN SILOGISME:
  1. Aturan Dasar 3. Setiap silogisme hanya memuat 3 term: Mayor, Minor, & Tengah.
  2. Aksioma 1. Sekurang2nya satu term tengah didistribusi (atau memiliki luas universal)
  3. Aksioma 2. Jika term subjek atau predikat dalam kesimpulan didistribusi (atau luasnya universal), term tersebut juga didistribusi dalam premis asalnya (luasnya juga universal).
  4. Aksioma 3. Sekurang2nya satu premis universal.
Jika sampai aksioma 3, tidak ada peraturan yg dilanggar, silogisme yg sedang diuji dinyatakan VALID. Jika satu saja aturan di atas dilanggar, silogisme dpt dinyatakan TIDAK VALID.
PELATIHAN PROSEDUR PEMERIKSAAN VALIDITAS SILOGISME
Kata2 petunjuk kesimpulanKata2 petunjuk premis
Oleh karena itu, Dengan demikian, Karena itu, Jadi, Konsekuensinya, Membutikan bahwa, Hasilnya, Dengan alasan ini, Artinya, Maka, Maka dari itu,
… sebab … … karena … … sebagaimana halnya…. … seperti juga halnya,… … lantaran … … disebabkan … … sedangkan, .. … dan, … ... tetapi (tapi, melainkan),... ... atau, .... ... padahal,.... ... sedangkan,.... … sementara itu,..

DICTUM DE OMNI ET NULLO

Aristoteles merumuskan aksioma: DICTUM DE OMNI ET NULLO.
“Jika pada semua/setiap anggota dari sebuah kelas (term) diberikan predikat yg afirmatif/negatif maka dapat diberikan predikat dgn cara yg sama kepada setiap hal yg termasuk kelas itu”.
DICTUM DE OMNI
Jika sebuah subjek secara universal diafirmasi maka juga setiap anggota dari kelas yg berkedudukan sbg subyek harus diafirmasi.
  • Semua sarjana adalah lulusan perguruan tinggi
  • Fatimah adalah sarjana
  • Fatimah adalah lulusan perguruan tinggi
Term Lulusan perguruan tinggi di atas secara logis berlaku bagi semua kelas sarjana. Artinya, jika Fatimah secara logis menjadi anggota kelas sarjana maka term lulusan PT berlaku juga bagi Fatimah.
DICTUM DE NULLO
“Jika sebuah subjek secara universal disangkal (dinegasi) maka setiap hal yg menjadi anggota kelas yg berkedudukan sbg subjek itu harus disangkal (dinegasi)”
  • Manusia adalah bukan kera
  • Rizal adalah manusia
  • Rizal adalah bukan kera
Term kera menegasi term manusia. Karena Rizal tercakup dalam ekstensi term manusia, term kera itu pun menegasi Rizal
Catatan: Dictum de omni et nullo, hanya berlaku bagi corak2 silogisme yg termasuk dlm Bentuk I. Jika dictum de omni et nullo diterapkan pada silogisme dari Bentuk I maka hasilnya kerangka berpikir berikut:
  • Jika setiap (semua) M adalah P dan
  • Semua (beberapa) S adalah M
  • Maka, Semua (beberapa) S adalah P
Utk membuktikan validitas corak2 silogisme dlm bentuk II, III, IV harus digunakan proses REDUKSI. CARANYA: memperlihatkan ekuivalensi dari corak2 silogisme tsb dgn salah satu dari corak2 silogisme yg termasuk dlm Bentuk I: MP, SM, SP.
Prosesnya dgn cara:
  • Mengonversi proposisi2 yg bersangkutan dan / atau mentransposisi premis2nya.
  • Mentransposisi premis2: mengubah premis mayor menjadi premis minor & premis minor menjadi premis mayor.
Silogisme aSilogisme b
Semua Quakers adl pasifis Tiada tentara adl pasifis
Tiada tentara adl Quakers
Tiada pasifis adl tentara Semua Quakers adl pasifis
Tiada Quakers adl tentara
Tiada tentara adl Quakers = Semua tentara adl bukan Quakers

INGAT:
  • Rumus proposisi E: Semua S adalah bukan P dpt juga diungkapkan dgn rumus: Tiada S adalah P.
  • Silogisme a bercorak AEE (CAmEstrEs) dlm bentuk II
  • Silogisme b bercorak EAE (CElArEnt) dlm Bentuk I
  • Term2 kedua silogisme tsb sama = ekuivalen
Ekuivalen antara kedua silogisme tsb diperoleh lewat:
  1. Mentransposisi premis2: Premis mayor dlm silogisme a diubah menjadi premis minor dlm silogisme b.
  2. Mengkonversi kesimpulan & mengonversi premis minor dari silogisme a yg dlm silogisme b berkedudukan sbg premis mayor.
Dgn cara yg sama corak2 silogisme yg lain dari bentuk I, II, III, IV dapat direduksi pada salah 1 dari corak silogisme dlm bentuk I (satu)

POLISILOGISME

POLISILOGISME
Rangkaian beberapa silogisme yg di dlmnya kesimpulan dari satu silogisme menjadi satu premis dari silogisme berikutnya.
PROSILOGISME
Silogisme yg kesimpulannya menjadi premis (yg tidak dinyatakan) dari silogisme berikutnya
EPISILOGISME
Silogisme yg didahului prosilogisme
SORITES
Polisilogisme yg dlmnya hanya kesimpulan penutup yg dinyatakan secara eksplisit & premis2 diatur sedemikian rupa sehingga setiap dua premis yg berurutan memuat sebuah term yg sama.
Contoh:
  • Semua diktaktor adalah ambisius
  • Semua orang yg ambisius adl tidak berbelaskasihan
  • Semua orang tidak berbelaskasihan adl orang ganas
  • Semua yg ganas adl orang yang ditakuti
  • Semua org yg ditakuti adl org yg patut dikasihani
  • Jadi, Semua diktaktor adl orang yg patut dikasihani.

SORITES ARISTOTELIAN (SORITES PROGRESIF)

Premis minornya yg lebih dahulu dikemukakan, & Term yg sama dlm 2 premis yg berurutan muncul mula2 sbg predikat & kemudian sbg subjek. Bentuk Logika:
  • Semua A adalah B
  • Semua B adalah C
  • Semua C adalah D
  • Semua D adalah E
Jadi, Semua A adalah E
SUSUNAN SORITES ARISTOTELIAN
Predikat proposisi pertama menjadi subjek proposisi kedua, predikat proposisi kedua menjadi subjek proposisi ketiga, demikian seterusnya hingga pada akhirnya ditarik konklusi yg subjeknya adl subjek proposisi pertama & predikatnya adl predikat proposisi terakhir
UTANG BUDI adl utang karena seseorang menerima kebaikan dari org lain. Utang karena seseorang menerima kebaikan dari org lain adl utang yg tidak dpt dibayar kembali dgn uang. Utang yg tidak dpt dibayar kembali dgn uang adl utang yg tidak mungkin dapat dibalas sepenuhnya. Utang yg tidak mungkin dapat dibalas sepenuhnya adl utang yang DIBAWA MATI. JADI, UTANG BUDI DIBAWA MATI
Aturan Khusus dari Silogisme tsb:
  1. Hanya satu premis, yi yg terakhir, yg dpt negatif. Pelanggaran terhdp aturan ini akan menyebabkan terdapatnya 2 premis negatif dlm salah satu dari silogisme2 yg mewujudkan sorites tsb.
  2. Hanya satu premis, yi yg pertama, yg dpt partikular. Pelanggaran terhadap aturan ini akan menyebabkan terjadinya kerancuan term tengah tidak didistribusikan.

SORITES GOCLENIA (SORITES REGRESIF)

Premis mayornya dinyatakan lebih dahulu., & Term yg sama yg terdpt dlm dua premis yg tersusun secara berurutan: pertama muncul pertama2 sbg subjek & kemudian sbg predikat
Bentuk logikalnya:
  • Semua D adalah E
  • Semua C adalah D
  • Semua B adalah C
  • Semua A adalah B
  • Jadi, Semua A adalah E
Aturan khusus dari bentuk Sorites Goclenian:
  • Hanya satu premis ~ yg pertama ~ yg dpt negatif
  • Hanya satu premis ~ yg terakhir ~ yg dpt partikular
“Jika mereka yg tidak berteman adl sengsara, dan mereka yang hina tidak berteman, & mereka yg mengkhianati tanah airnya adl hina, & mereka yg memuja kekuasaan demi berkuasa itu adl pengkhianat tanah airnya, & quislings memuja kekuasaan demi berkuasa itu sendiri maka quislings adl sengsara.”
CATATAN: Pada contoh di atas, argumennya dinyatakan sbg rangkaian implikasi, tidak sbg pengajuan premis2.
Semua pembicaraan di atas adalah argumen deduktif: Kesimpulanya sudah tersirat di dlm premis2nya. Agar dpt dikualifikasi sbg argumen yg valid, sekurang2nya argumen tsb harus memiliki satu proposisi universal sbg premisnya.

PROSEDUR MENENTUKAN VALIDITAS ARGUMEN

Apakah argumen yg dihadapi itu silogisme (argumen deduktif) atau argumen induktif. Jika argumen induktif, kaji tinggi-rendahnya probabilitas argumen itu berdasarkan kriteria penentuan derajat probobilitas argumen induktif. Jika silogisme, apakah sudah dirumuskan dlm proposisi2 tradisional. Jika belum, ubah dahulu menjadi proposisi2 tadisional.
Apakah sudah tersusun menurut urutan Premis Mayor, Premis Minor, & kesimpulan? Jika belum, urutkan dahulu, utk itu, tentukan terlebih dahulu kesimpulannya dgn memanfaatkan kata2 petunjuk’: seperti, karena itu, demikian, jadi (utk menentukan kesimpulan) atau karena, sebab, berhubung (untuk menentukan premis, dsb.). Jika sudah, kaji dgn Aturan Dasar 3.
Apakah terjadi pelanggaran terhdp ATURAN DASAR 3. Jika ya, langsung simpulkan: silogisme itu tidak valid. Jika ATURAN DASAR 3 terpenuhi, kaji dgn AKSIOMASI 1.
Apakah terjadi pelanggaran terhdp AKSIOMA 1 (KERANCUAN TERM TENGAH). Jika ya, simpulkan: silogisme itu tidak valid. Jika AKSIOMA 1 terpenuhi, kaji dgn AKSIOMA 2
Apakah tejadi pelanggaran terhdp AKSIOMA 2: Apakah terjadi kerancuan Mayor Tidak Sah? Jika ya, simpulkan: silogisme itu tidak valid Apakah terjadi kerancuan Minor Tidak Sah? Jika ya, simpulkan: silogisme itu tidak valid Jika AKSIOMA 2 terpenuhi, kaji dg AKSIOMA 3
Apakah terjadi pelanggaran AKSIOMA 3 (Kerancuan premis2 Negatif?) Jika ya, simpulkan: silogisme itu tidak valid. Jika jawabannya “Tidak” maka dpt disimpulkan: silogisme tsb valid.

INDUKSI

ARGUMEN INDUKTIF: Penalarannya bertolak dari proposisi2 partikular / singular (produk pengamatan inderawi) sbg premis2nya shg hubungan antara premis2 & kesimpulan tidak bersifat konklusif, tapi PROBABILITAS.
Tidak dapat dikualifikasi valid / tidak valid, tapi DINILAI berdasarkan derajat tinggi-rendah probalitasnya.
ARGUMEN INDUKTIF ~ analogi ~ kegiatan membanding2kan dua hal / lebih (proposisi partikular / singular) utk kemudian berdasarkan kesamaan2 & perbedaan2 yg ditemukan menarik kesimpulan tertentu
ANALOGI
Argumentatif : Penggunaan analogi utk menarik kesimpulan (argumen logikal)
Non-argumentatif
  • Deskriptif: Penggunaan analogi utk memberikan gambaran ttg sesuatu
  • Eksplanatif: Menerangkan sesuatu yg belum dikenal dgn membandingkannya dgn sesuatu yg lain yg sudah lebih dikenal yg memiliki kesamaan2 ttt dgn sesuatu yg hendak dijelaskan.

2 JENIS ARGUMEN INDUKTIF:
Argumen Analogikal
Penalaran yg berupa menarik kesimpulan dgn bertolak dari kesamaan antara dua / lebih hal dlm satu / lebih aspek kesamaan dari hal2 tsb dlm aspek2 lainnya
Struktur argumen: “Dari sejumlah kesamaan ciri / sifat pada dua / lebih hal (objek, kejadian), ditarik kesimpulan adanya kesamaan ciri / sifat yg lain pada hal2 yg bersangkutan.”
Bentuk Argumen:
  • a, b, c, d Semuanya punya sifat P & Q
  • a, b, c Semuanya mempunyai sifat R

  • Karena itu, d mempunyai sifat R
[a,b,c,d] adalah satuan di dalam argumen analogis, sedangkan [P,Q, dan R] adalah aspek di dalam argumen analogis.
  • Amir, Budi, Cecep, & Doni adalah baik hati dan jujur
  • Amir, Budi, dan Cecep adalah tidak sombong
  • Doni adalah juga tidak sombong
Generalisasi Induktif
Terjadi ~ berdasarkan sifat / ciri yg sama yg ada pada sejumlah hal (kejadian, objek) tertentu, disimpulkan, semua hal (kejadian, objek) tertentu tsb punya sifat / ciri yg sama tsb.
ATAU
apa yg beberapa kali terjadi dlm kondisi ttt, dapat diharapkan akan ‘selalu’ terjadi bila kondisi yg sama terpenuhi.
Salah satu jenis Generalisasi Induktif yg kerap kali terjadi adl Induksi ENUMERASI SEDERHANA.
Bentuk Logikalnya:
  • Kejadian 1 dari gejala A disertai oleh keadaan S
  • Kejadian 2 dari gejala A disertai oleh keadaan S
  • Kejadian 3 dari gejala A disertai oleh keadaan S

  • Karena itu, semua kejadian dari gejala A disertai oleh keadaan S
  • Amir memecahkan cermin (K1) lantas tangannya patah (G A) maka disebut nasib buruk,
  • Badu memecahkan cermin (K2) lantas kakinya terkilir (G A) maka disebut nasib buruk,
  • Cecep memecahkan cermin (K3) lantas kepalanya benjol (GA) maka disebut nasib buruk.
  • Karena itu, memecahkan cermin (semua K) sehingga tangan patah, kaki terkilir, dan kepala benjol (G A) adalah nasib buruk.
PERBEDAAN antara Argumen Analogikal & Generalisasi Induktif terdapat pada KESIMPULAN
Kesimpilan Argumen Analogikal adalah berupa proposisi partikular/singular, kesimpulan Generalisasi Induktif adalah berupa proposisi universal.

1 komentar:

  1. 11.Polisi berhasil menangkap pencuri itu
    12.Barang-barang impor dianggap menaikkan gengsi

    Termasuk proposisi tradisional manakah pernyataan" di atas?

    BalasHapus